Resume Ominibus Law dari sudut pandang saya sebagai mahasiswi kehutanan
·
Benang Merah / Keseluruhan
Dari hasil seminar yang dilakukan
bersama Prof. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat,M.Sc.F. saya dapat mengambil benang
merahnya yaitu sejak disahkannya RUU Cipta Kerja ini semua masyarakat dan media
sosial menyoroti poin-poin yang ada di RUU Cipta Kerja ini yang dinilai tidak
seusai dengan yang ada di Pancasila dan terlalu memntingkan investor
sampai-sampai UU dibidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dipinggirkan akibatnya
banyak hal yang memang merusak hutan Indonesia. Saya juga sudah membaca beberapa
pasal yang menurut saya juga sedikit mengganjal seperti erubahan terhadap Pasal 35 UU Kehutanan. Yakni iuran izin
usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kerja diubah menjadi
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bidang kehutanan. Pada awalnya, setiap
pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana
reboisasi, dan dana jaminan kinerja. Akan tetapi dalam draf RUU cipta kerja
diubah menjadi setiap pemegang izin usaha hanya dikenakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak. Dari pasal ini membuat semakin tidak jelas berapa dana yang
diperuntukan untuk reboisasi dan dana pemulihan areal bila terjadi
kerusakan, membuat semakin banyak kerusakan kehutanan yang dilakukan investor
atau oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Lalu adanya perubahan
pasal 49 yang sebelumnya, pasal ini
menyatakan Pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran
hutan di areal kerjanya. Akan tetapi dalam beleid RUU cipta kerja, diubah
menjadi pemegang hak atau perizinan berusaha wajib melakukan upaya pencegahan
dan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya. Perubahan pasal ini justru
berpotensi membuat penegakan hukum kebakaran hutan di area konsesi perusahaan
semakin tumpul. Pasal ini bisa diartikan bahwa setiap kebakaran yang terjadi di
areal konsesi perusahaan tidak serta merta menjadi tanggung jawab perusahaan. Ada juga perubahan
pasal 19. Pasal ini menyebutkan
perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan diatur
dengan Peraturan Pemerintah (PP). Padahal pasal sebelumnya menyebutkan,
perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ini menunjukkan hilangnya
partisipasi DPR dalam membuat keputusan bersama pemerintah, dimana seharusnya
DPR menjadi penyambung lidah rakyat kini berubah menjadi pemutus lidah rakyat. Kemudian, perubahan
pasal 18. Pasal ini menyebutkan,
Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen)
dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan sebaran yang
proporsional. Akan tetapi pasal ini diubah menjadi Pemerintah Pusat mengatur
luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS
dan/atau pulau. Perubahan ini justru berpotensi semakin membuat kerusakan
lingkungan. Sebab, syarat minimal luas kawasan hutan yang saat ini saja telah
terjadi kerusakan. Apalagi jika syarat minimal itu tidak ada batasan pastinya
dan hanya ditentukan pemerintah pusat. Padahal jika nanti terjadi kerusakan,
yang pertama kali merasakan masyarakat setempat, pemerintah daerah yang
disalahkan pertama kali oleh masyarakat. Terakhir ada, perubahan pasal 15. Pasal ini diubah dimana salah
satu poinnya menyatakan bahwa penyelesaian tumpang tindih kawasan hutan diatur
dengan Peraturan Presiden (Perpres).
·
Dampak ke Hutan Adat
·
Dampak untuk Menjadikan Indonesia
Menjadi Negara Industri
Dalam hal ini Indonesia
memacu pertumbuhan ekonomi 6% atau lebih per tahun, untuk membuka lapangan
kerja baru guna menampung 2 Juta Pekerja baru dan 7 Juta Pengangguran yang ada. Sedangkan di sisi lain pertumbuhan
ekonomi memerlukan investasi baru sebesar Rp 4.800 Triliun (setiap 1%
pertumbuhan ekonomi, memerlukan Rp 800 Triliun). Untuk itu, pemerintah menjaga keseimbangan antara kebutuhan Perluasan
Lapangan Kerja yang memerlukan Investasi, dan upaya Perlindungan Pekerja (existing).
Sehingga penciptaan lapangan kerja baru, dan peningkatan perlindungan bagi
pekerja, diperlukan reformasi regulasi secara menyeluruh, termasuk sektor
ketenagakerjaan. Selain itu, pemerintah
telah melakukan berbagai upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja antara
lain melalui berbagai program Kartu Prakerja, Peningkatan manfaat jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian, dan Penyediaan perumahan pekerja.
Namun, prediksi
Presiden Jokowi yang membuat negara Indonesia menjadi negara industri pada
tahun 2045 namun menurut pandangan Prof. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat,M.Sc.F hal ini tidak akan terjadi jika kerusakan
kehutanan tetap dilakukan tanpa memperdulikan Hutan indonesia.
· Peran Presiden dan kita
Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa Rancangan
Omnibus Law adalah kumpulan dari serangkaian gagasan yang menyesatkan,
bertentangan dengan konstitusi dan hukum HAM. Rancangan tersebut tidak saja
berbahaya bagi masyarakat dan keberlangsungan lingkungan hidup tetapi juga
berbahaya pada eksistensi Indonesia sebagai negara hukum. Oleh karena itu, banyak
masyarakat menyatakan MENOLAK pembahasan apalagi pengesahan
Omnnibus Law atau disebut juga dengan RUU Cipta Kerja.
Terimakasih informasinya kakak sangat membantu
BalasHapusInformasinya sangat bagus kak.
BalasHapusSangat informatif, terima kasih
BalasHapus